Friday, June 4, 2010

GANGGUAN MENSTRUASI

Gangguan Yang Berhubungan Dengan Menstruasi
A. PERMENTRUAL TENSION (ketegangan pra haid)
1. Pengertian
Ketegangan prahaid adalah keluhan-keluhan yang biasanya dimulai satu minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid dan menghilang sesudah haid datang walaupun kadang-kadang berlangsung terus sampai haid berhenti.
2. Etiologi
Etiologi ketegangan prahaid tidak jelas, tetapi mungkin faktor penting ialah :
a. Ketidakseimbangan estrogen dan progesteron dengan akibat retensi cairan dan natrium. Dalam hubungan dengan kelainan hormonal. Pada tegangan prahaid terdapat defisiensi luteal dan pengurangan produksi progesteron.
b. Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial dll, juga memegang peranan penting. Yang lebih muda menderita tegangan haid adaalh wanita yang lebih peka terhadap perubahan hoemonal dalam siklus haid dan terhadap faktor-faktor psikologis.
3. Manifestasi Klinis
Keluhan terdiri dari gangguan emosional berupa irritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pda mammae dsb. Sedangka pada kasus yang berat terapat depresi, rasa ketakutan, gangguan konsentrasi, dan penigkatan gejala-gejala fisik tsb di atas.

B. DISMENORE
1. Pengertian
Nyeri menjelang atau selama haid / menstruasi.
Nyeri ini terasa di perut bagian hawah dan atau di daerah bujur sangkar Michaelis. Nyeri dapat terasa sebelum, se¬lama dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus menerus.
Nyeri diduga karena kontraksi.
2. Etiologi
Dysmenorrhoe primer : sejak menarche, haid nyeri dan tidak ada kelainan dari alat kandungan.Dysmenorrhoe sekunder : terjadi kemudian, biasanya terdapat kelainan seperti endometriosis dan infeksi kronik genetalia interna.
Dysmenorrhoe primer, sebab :
- Psikogen.
- Konstitusionil : anaemia, tbc, kelelahan.
- Obstruksi : cervix sempit, hyperanteflexio, retroflexio, hypoplasia uteri.
- Endokrin
Dysmenorrboe sekunder terjadi pada :
- Infeksi : nyeri sudah terasa sebelam. haid.
- Myoma submucosa, polyp corpus uteri : nyeri bersifat kolik.
- Endometriosis : nyeri disebabkan tekanan oleh tumor atau perlekatan-perlekatan. Nyeri masih ada setelah haid berhenti.
- Retroflexio uteri fixata.
- Gynatresi.
3. Manifestasi Klinis
Dismenore primer :
- Usia muda
- Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
- Sering pada nulipara
- Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik.
- Tidak dijumpai keadaan patologik pelvik
- Hanya terjadi pada siklus haid anovulatorik.
- Sering disertai mual, muntah, kelelahan, dan nyeri kepala.
Dismenore sekunder :
- Usia lebih tua.
- Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur.
- Tidak berhubungan dengan paritas
- Nyeri sering terasa terus-menerus dan tumpul
- Nyeri dimulai saat haid dan menigkat bersamaan dengan kelurnya darah.
- Berhubungan dengan kelainan pelvik.
- Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi.
- Seringlaki memerlukan tindakan operatif.
4. Pentalaksanaan
Dismenore primer :
- Psikoterapi.
- Analgetika.
- Hormonal : pada siklus yang anovulatoar tidak ada dysmenorrhoe jadi kita pergunakan obat-¬obat yang mencegah ovulasi.
Dimenore sekunder :
- Terapi causal.

C. AMENORRHOE
1. Pengetian
Amenorrhoe ialah tidak adanya haid selama 3 bulan atau lebih. Amenorrhoe bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala.
Amenorrhoe primer kita pergunakan bila seorang wanita be¬lum pernah mendapat menstruasi dan tidak boleh didiagnosa sebelum pasien mencapai umur 18 tahun.
Amenorrhoe sekunder ialah hilangnya haid setelah menarche.
Amenorrhoe fisiologis dapat terjadi :
- Sebelum pubertas
- Dalam kehamilan
- Dalam masa laktasi : kalau tidak menyusukan haid datang ± 3 bulan post partum, kalau menyusui dalam 6 buIan postpartum.
- Dalam menopause.
2. Etiologi
a. Dysfungsi hypothalamus:
1). Idiopatis
2). Psikogen:
a). Reaktif psikogen : kesedihan, pindah lingkungan, kehamilan palsu.
b). Anorexia nervosa.
- Dengan penambahan berat badan.
- Kelainan organis : tumor, trauma, infeksi, proses-proses degeneratif.
b. Dysfungsi hypofise.
- Insufisiensi : Sheehan.
- Tumor : chromophob, acidophil (acromegali), basophil adenom (Cushing).
- Radang
- Proses degeneratif : tbc.
c. Dysfungsi ovarium :
- Kelainan kongenital: hypoplasia ovari, syndrom tur¬ner, hermaphroditismus.
- Ovarium polykistik (Stein-Leventhal).
- Tumor.
d. Perifer: tidak bereaksi.
- Endometrium tidak bereaksi misalnya karener kuretase (Asherman syndrom) atau TBC.
e. Penyakit-penyakit lain :
- Penyakit kronis : tbc.
- Penyakit metaabolik : thyroid, pancreas, gl suprarenalis.
- Kelainan gizi
- Kelainan hepar dan ginjal
3. Pemeriksaan
Terapi amenorrhoe sangat, tergantung pada etiologi.
Banyak pemeriksaan dapat membantu kita mencari etiologi amenorrhoe antaranya: smears (sex chromatin). pemeriksaan Rontgen (selia tursica). EEG, BMR dll.
4. Penatalaksanaan (Terapi)
Terapi diberikan menurut etiologi. Secara umum dapat disebut :
1. Hormon-hormon untuk merangsang ovulasi
Merangsang hyphotalamus, gonadotrophin sebagai substansi, mengadakan rebound phenomen dengan hormon progestin, oral pills.
2. Iradiasi dari ovarium
3. Thyroid : kalau ada hypofungsi gl. Thyreoidea
4. Kesehatan umum harus diperbaiki.
Amenorrhoe karena tbc tidak usah diobati

D. POLIMENORE
Haid sering datang, jadi siklus pendek, kurang dari 25 hari.
1. Kalau siklus pendek tapi teratur ada kemungkinan :
- Stadium proliferasi pendek.
- Stadium sekresi pendek.
- Keduanya pendek.
Yang paling sering dijumpai ialah pemendekan sta¬dium proliferasi. Kalau siklus lebih pendek dari 21 hari maka kemungkinan besar juga stadium sekresi pendek. Hal ini menyebabkan infertilitas.
2. Siklus yang tadinya normal menjadi pendek.
Gejala ini biasanya disebabkan pemendekan stadium sekresi karena corpus luteum lekas mati.Ini sering terjadi karena disfungsi ovarium pada :
a. Climacterium.
b. Pubertas.
c. Penyakit (TBC).
Terapi : stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan oestrogen dan stadium sekresi dengan kombinasi estrogen-progesteron.

E. OLIGOMENORE
Haid jarang, siklus panjang.
Oligomenorrhoe terjadi kalau siklus lebih dari 35 hari. Sering terdapat pada wanita yang asthenis. Oligomenore yang menetap dapat terjadi akibat dari :
- Perpanjangan stadium follikuler.
- Perpanjanqan stadium luteal.
- Kedua stadium di atas menjadi panjang.
Kalau siklus sekonyong-konyong menjadi panjang maka dapat disebabkan oleh :
- Pengaruh psikis
- Pengaruh penyakit : tbc.
Pada umumnya oligomenore yang ovulatoar tidak me¬merlukan terapi. Kalau mendekati amenore maka dapat diusahakan mengadakan ovulasi.
DD: terhadap kehamilan selalu harus dibuat.

F. HIPOMENORE
1. Pengertian
Hipomenore adalah perdarahan haid dalam jumlah sedikit, ganti pembalut 1-2 kali / hari.
2. Etiologi
Kekurangan estrogen maupun progesterone, stenosis hymen, stenosis serviks uteri,sinekia uteri ( sindrom asherman).
3. Lamanya Perdarahan
Secara normal haid sudah berhenti dalam 7 hari. Kalau haid lebih lama dari 7 hari maka daya regenerasi selaput lendir kurang, misalnya pada endomeritis, myoma atau carcinoma dari corpus uteri.

G. MENORRHAGIA
1. Pengertian
Menorrhagia adalah pengeluaran darah yang terlalu bunyak biasanya lebih dari 80ml per menses kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi, terjadi pada siklus yang teratur (Menurut Kadir & Lee, 2001).
2. Etiologi
a. Hypoplasia uteri
Menurut beratnya, hypoplasia uteri dapat mengakibatkan :
- Amenorrhoe (uterus sangat kecil)
- Hypomenorrhoe (uterus kecil jadi luka kecil)
- Menorrhagia karena tonus otot rahim kurang.
Terapi : uterotonika
b. Astheni.
Menorrhagia terjadi karena tonus otot pada umumnyu kurang.
c. Terapi : uterotonika roborantio.
d. Selama atau sesudah menderita suatu penyakit atau karena terlalu lelah. Juga karena tonus otot kurang.
e. Myoma uteri.
Menorrhagia pada myoma disebabkan oleh :
- kontraksi otot rahim kurang kuat.
- cavum uteri luas.
- Bendungan pembuluh darah balik.
Terapi : Uterotonika atau operasi
f. Hypertensi.
g. Decompensatio cordis.
h. Infeksi : endometriotis, salpingitis.
Infeksi menyebabkan hyperemia.
i. Retroflexio uteri.
Karena bendungan pembuluh darah balik.
j. Penyakit darah : Werlhoff, Haemofili.
Gangguan lainnya meliputi :


Perdarahan Bukan Haid
A. METRORRHAGI
Metrohargi ialah perdarahan dari vagina yang tidak teratur dan yang tidak ada hubungan dengan haid (perdarahan diluar haid). Dapat dibagi sbb :
1. Metrorrhagi yang disebabkan oleh adanya kehamilan, seperti :
- Abortus
- kehamilan ektopik.
2. Metrorrhagi diluar kehamilan.
Penyebab :
a. Karena luka yang tidak sembuh.
- Carcinoma dan corpus uteri¬
- Biasanya terjadi pada wanita dalam menopause. Lebih sering pada wanita tanpa anak. Fluor albus: bercampur darah.
- Diagnosa: denqan kuret percobaan.
- Carcinoma cervicis (portionis) uteri.
- Pada wanita mendekati climacterium.
- Lebih sering terdapat pada wanita yang mem¬punyai anak banyak.
- Lebih sering teredapat pada carcinoma corporis uteri.
- Diagnosa.
- Diagnosa dini hanya dengan sitologi.
- Kalau sudah lanjut dapat teraba dengan toucher atau dapat dilihat in speculo. Eksisi percobaan menentukan diagnosa.
- Carcinoma dari vulva atau vagina.
- Jarang sebagai tumor primer.
- Terjadi pada wanita dalam menopause.
- Ulcus vulva atau vagina pada wanita tua harus dicurigai terhadap kemungkinan adanya carcinoma. Diagnosa pasti dengan eksisi percobaan.
- Tumor ganas lain : sarcoma, choriocarcinoma.
- Erosio portionis.
Terdapat daerah yang merah menyala pada portio yang mudah berdarah.
Disebabkan karena epitel gepeng bertapis banyak dari portio diganti oleh epitel silindris dari endocervix.
DD : dengan carcinoma dari portio, maka harus dibuat eksisi percobaan.
Terapi : erosio portionis diobati dengan nitras argentii 10 – 20%, Albothyl.
- Myoma submucosa, polyp atau decubitus ulcus uleh pessarium.
b. Peradangan yang haemorrhagis.
- Endometritis haemorrhagica seperti pada endometritis senilis, endometritis postpartum. Perlu dilakukan kuretase untuk diagnosa maupun terapi.
- Kolpitis haemorrhagica seperti pada kolpitis senilis.
Terapi : substitusi terapi dengan oestrogen.
c. Hormonal.
Metrorrhagi dapat juga dibagi sbb :
- Perdarahan anatomis ialah perdarahan yang disebabkan karena ada kerusakan pada tractus genitalis seperti pada sebab-sebab yang telah dibahas di atas.
- Perdarahan fungsional atau dysfungsional yang tidak ada hubungannya dengan tumor, peradangan atau ke¬hamilan.

B. PERDARAHAN FUNGSIONAL
Dapat terjadi pada setiap umur pada wanita yang dewasa tapi yang tersering terdapat pada masa pubertas dan climacterium. Nama lain metrophathia haemorrhagica cystica atau follikel per¬sistens (Schroder).
Perdarahan fungsional dapat dibagi :
1. Perdarahan anovulatoar (yang tersering).
2. Perdarahan ovulatoar.
3. DD : Dapat dibuat dengan curettage percobaan dalam stadium sekresi atau dengan kurve suhu basal.

IBU HAMIL DENGAN GAGAL JANTUNG

A. Pengertian
Kehamilan akan menimbulkan perubahan pada sistem kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler dapat dijumpai pada wanita hamil atau tidak hamil. Jelaslah bahwa wanita dengan penyakit kardiovaskuler dan menjadi hamil, akan terjadi pengaruh timbal balik yang dapat mengurangi kesempatan hidup wanita tersebut.
Dalam kehamilan, terjadi peningkatan denyut jantung, nadi, pukulan jantung, dan volume darah, dan juga bisa menyebabkan tekanan darah menjadi menurun sedikit, sehingga resiko penyakit jantung dan payah jantung akan terjadi dalam kehamilan.

B. Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam reumaatik. Bentuk kelainan katup yang sering dijumpai adalah stenosis mitral, insufisiensi mitral, gabungan stenosis mitral dengan insufisiensi mitral, stenosis aorta, insufisiensi aorta, gabungan insufisiensi aorta dan stenosis aorta, penyakit katup pulmonal, dan trikuspidal.

C. Faktor Predisposisi
Penigkatan usia pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan superimposed preeklampsia atau eklampsia, aritmia jantung atau hipertrofi ventrikel kiri, riwayat dekompensasi kordis, anemia.

D. Patofisiologi
Terjadi hidremia (hipervolemia) dalam kehamilan, yang sudah dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncak pada usia 32-36 minggu. Uterus yang semakin besar mendorong diafragma ke atas, kiri, dan depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran. Kemudian 12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akinat imbibisi cairan dari ekstravaskular kedalam pembuluh darah, kemudian diikuti periode diuresis pasca persalinan yang menyebabkan hemokonsentrasi. Jadi penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi gagal jantung.

E. Manifestasi Klinis
1. Pada gagal jantung kiri
- Napas terengah-engah
- Mudah lelah
- Ortopnea
- Kongesti paru
2. Pada gagal jantung kanan
- Peningkatan berat badan
- Edema tungkai bawah
- Hepatomegali
- Peningakatan tekanan vena

F. Klasifikasi Penyakit Jantung Dalam Kehamilan
1. Kelas I
- Tanpa pembatasan kegiatan fisik.
- Tanpa gejala pada kegiatan biasa.
2. Kelas II
- Sedikit dibatasi kegiatan fisiknya.
- Waktu istirahat tidak ada keluhan.
- Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insufisiensi jantung.
- Gejalanya adalah lelah, palpitasi, sesak napas, dan nyeri dada.
3. Kelas III
- Kegiatan fisik sangat dibatasi.
- Waktu istirahat tidak ada keluhan.
- Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung.
4. Kelas IV
1. Waktu istirahat dapat timbul keluhan insufisiensi jantung, apalagi kerja fisik yang tidak berat.

G. Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi gagal jantung kongestif, edema paru hingga kematian. Dapat terjadi abortus pada kehamilan muda. Pada janin dapat terjadi lahir prematur, berat badan lahir rendah, hipoksia, gawat janin, lahir mati, nilai APGAR rendah, dan pertumbuhan janin terhambat.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG, untuk mengetahui kelinan irama dan gangguan konduksi
2. Ekokardiografi
3. Pemeriksaan radiologi dihindari dalam kehamilan, namun jika diperlukan dapat dilakukan dengan memberikan pelindung di abdomen dan pelvis.

I. Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau ahli jantung. Secara garis besar penatalaksanaan mencakup mengurangi beban kerja jantung dengan tirah baring, menurunkan preload dengan diuretik, meningkatkan kontraktilitas jantung dengan digitali, dan menurunkan afterload dengan vasodilator.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
- Pernah sakit jantung dan berobat pada dokter untuk penyakitnya
- Pernah demam reumatik
2. Pemeriksaan: auskultasi / palpasi
Empat kriteria (Butwell & Metcalfe)
- Adanya bising diastolik, presistolik, atau bising terus-menerus
- Pembesaran jantung yang jelas
- Adanya bising jantung yang nyaring disertai thrill
- Artmia yang berat
3. Pemeriksaaan Elektrokardiogram (EKG) untuk melihat irama jantung.

B. Diagnosa
1. Penurunan cardiac output berhubungan dengan vasopasme
2. Resiko terjadi gawat janin intra uteri (hipoksia) b/d penurunan suplay oksigen dan nutrisi ke jaringan plasenta sekunder terhadap penurunan cardiac output.
3. Kelebihan volume cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder terhadap penurunan cardiac output
4. Gangguan pemenuhan ADL b/d imobilisasi; kelemahan
5. Defisit pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan b/d misinterpretasi informasi.



DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi. 1994. Obstetri Patologi: FK. Unpad
2. Hacker Moore 1999. Essensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Mansjoer, Arief dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: FKUI.
4. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

IBU HAMIL DENGAN AIDS

A. Pengertian
Aids berasal dari kata : acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit penyakit keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan syndrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit jadi, dari kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut Human immuno deficiency Virus (HIV).
Karena HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, maka mudah tidaknya seseorang terkena penyakit ini sangat bergantung kepada kondisi immune dari orang yang bersangkutan. Jika sistem kekebalan tubuh rusak, tubuh menjadi rentan terhadap infeksi, akan tetapi sebaliknya orang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik dapat menangkal penyakit aids.
Penyakit AIDS kadang kala disebut sebagai ”infeksi oportunistik” (Ricarhson, 2002), karena penyakit ini menyerang dengan cara memanfaatkan kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun.

B. Klasifikasi
( CDCP ) mengklasifikasikan infeksi HIV dengan mengkombinasikan kondisi klinis yang ditimbulkan oleh HIV yaitu sebagai berikut :
a. Kategori klinis A
Mencakup satu atau keadaan lebih ini pada usia dewasa atau remaja. Individu dengan kategori klinis ini adalah HIV positif . Penderita mungkin tanpa gejala, tapi dengan limpadenopati generalisata yang persisten ataupun infeksi HIV yang akut.
b. Kategori klinis B
Penderita dikategorikan ke dalam tipe ini adalah yang mengalami satu atau lebih diantara keadaan klinis yang timbul karena infeksi HIV ataupun indikasi penurunan sel immunitas medial serta merupakan komplikasi dari infeksi HIV. Keadaan klinis tersebut seperti : endokarditis bakterial, meningitis, pneumonia, sepsis, vulvovaginal candidiasis persisten, orophayrngeal candidiasis (trush), carcinoma, gejala konstitusional seperti demam, diare selama satu bulan atau lebih.
c. Kategori klinisC
Seseorang diklasifikasikan dalam tipe C bila mengalami satu dari tanda dan gejala atau penyakit berikut: kandidiasis broncial, trakeal, pulmonal dan esofageal; kanker serviks invasif, herfes simpelk, imunoblastik limfoma kanker otak.

C. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai nama Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus jenis ini dimasukkan ke dalam famili retrovirus (Innatavicius dan Workman, 2006) dan ditularkan oleh darah serta mempunyai avinitas yang kuat terhadap limfosit T. Retrovirus terdiri dari unit tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel dan ditranskripsikan ke dalam DNA. Proses transkripsi ini berlangsung melalui kerja suatu enzim spesifik yang disebut reverse trancriptase yang dibawa oleh virus ke dalam sel. Setelah menjadi bagian dari DNA, virus bereplikasi dan bermutasi selama beberapa tahun dan secara perlahan tetapi tetap menghancurkan sistem imun.

D. Faktor Resiko
Kelompok orang yang berisiko tinggi terinfeksi Virus HIV sebagai berikut :
1. Janin dengan ibu yang terjangkit HIV
2. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
3. Pekerja seks komersial
4. Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin

E. Manifestasi Klinik
Pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan.
Manifestasi kliniknya antara lain:berat badan lahir rendah,gangguan tumbuh kembang,sinusitis, ispa, parotitis.
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena syarafnya y6ang manifestasikan klinisnya sebagai enselopati progresif, perkembangan yang terhambat atau hilangnya perkembangan motoris.
Dicurigai AIDS pada anak,dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang laqin seperti : kanker, malnutrisi yang berat.
1. Gejala mayor yang biasanya terjadi pada anak penderita AIDS antara lain :
o penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal
o diare kronok lebih dari satu bulan
o demam lebih dari satu bulan
2. Gejala minor meliputi :
o batuk persisten
o infeksi HIV pada ibunya
o kandidiasis orofaring
o limfadenopati generalisata
o dermatitis generalisata

F. Cara Penularan
HIV ditularkan dari orang keorang lain melalui pertukaran cairan tubuh, termasuk darah, semen, cairan vagina ,plasenta,cairan amnion dan air susu. Urin dan isi saluran cerna tidak dianggap sebagai sumber penularan kecuali apabila jelas tampak mengandung darah. Air mata, air liur, dan keringat mungkin mengandung virus, tetapi jumlahnya diperkirakan terlalu rendah untuk menimbulkan infeksi (corwin ,2001). Cara transmisinya melalui hubungan seks, jarum suntik, transfuse darah,dan dari ibu hamil pada janin.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Test serologis
b. Pemeriksaan histologis, sitologis urin, darah, feces, cairan spina, luka, sputum dan sekresi.
c. Tes neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG
2. Test antibodi
a. Test ELISA, untuk menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi HIV.
b. Western blot asay / indirect fluorescent Antibody (IFA), untuk mengenali antibodi HIV dan memastikan seroposifitas HIV.
c. Indirect immunoflourresence, sebagai pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seroposifitas.
d. Radio immuno precipitation assay, mendeteksi protein pada antibodi.

H. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel immun) adalah sel-sel yang terinfeksi HIV dan terkonsentrasi di kelenjar limfe, limpa, dan sumsum tulang . HIV menginfeksi sel melalui pengikatan dengan protein perifer cd4 dengan bagian virus yang berantigen group 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon immun, maka HIV akan menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon immun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka system immun seluler makin lemah secara progresif. Ini diikuti dengan berkurangnya fungsi sel B dan makrofag serta menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel / ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 / ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi muncul, jumlah T4 kemudian menurun. Akibat timbulnya penyakit baru, akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya, terjadi infeksi yang parah. Seseorang yang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh di bawah 200 sel / ml darah, atau apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker, atau dimensia AIDS.

I. Komplikasi
1. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, penurunan berat badan, nutrisi, dehidrasi, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Enselopathi akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemi, ketidakseimbangan elektrolit.
b. Infark serebral kornea sifilis meningo vaskuler, hipotensi sistemik dan maranik endocarditis.
c. Neuropati karena inflamasi dimielinasi oleh serangan HIV.
3. Gastrointestinal
a. Diare, karena bakteri dan virus.
b. Hepatitis, karena bakteri dan virus.
c. Penyakit anorektal, karena abses dan vistula.
4. Respirasi, infeksi karena pneumocystik, cytomegalovirus, virus influenza.
5. Dermatologik, karena virus.
6. Sensorik, berefek pada kebutaan, otitis media akut.

J. Pencegahan
1. Penyuluhan kesehatan di sekolah tentang cara menghindari resiko terjadinya infeksi HIV.
2. Menyediakan fasilitas konseling dan testing HIV.Melakukan pemeriksaan tes HIV pada wanita hamil sejak dini untuk mencegah penularan HIV melalui uterus dan perinatal.
3. Darah yang digunakan untuk donor sebaiknya dilakukan uji antibody HIV.
4. Sikap hati-hati terhadap penanganan, pemakaian, dan pembuangan jarum suntik, dan alat-alat kesehatan yang bersifat tajam serta bersifat disposable.
5. Merekomendasikan pemberian immunisasi bagi anak-anak yang terinfeksi HIV tanpa gejala dengan vaksin EPI (Expended Programme on Immunization).

K. Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV denngan menghambat enzim pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus padan proses nya.obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi HIV.
6. Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi tubuh sehat.
7. Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imunne. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien.
2. Riwayat penyakit dahulu dan sekarang.
3. Pemerikasaan fisik (objektif ) dan keluhan (subjektif) : aktivitas dan istirahat, sirkulasi, eliminasi, makanan atau cairan, hygiene, neurosensori, nyeri atau kenyamanan, seksualitas, interaksi soaial, penyuluhan atau pembelajaran.
4. Pemeriksaan diagnostik : LAB, anti body, pelacakan HIV.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan pencernaan.
2. Diare berhubungan dengan proses penyakit.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
5. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit.
6. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan fisik.

C. Intervensi Keperawatan
Dx I
Kriteria hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan.
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
- Anjurkan pasien unutk meningkatkan Fe, protein, dan vitamin C.
- Monitor adanya penurunan berat badan.
- Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan.
- Monitor mual dan muntah.
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan.
- Monitor makanan kesukaan anak.

Dx II
Kriteria hasil :
- Feses berbentuk dan BAB sehari sekali sampai tiga kali.
- Area rectal dan sekitarnya tidak iritasi.
- Pasien tidak mengalami diare.
- Turgor kulit normal.
Intervensi :
- Instruksikan orang tua ataupun anak untuk mencatat warna, jumlah frekuensi, dan konsisitensi dari feses.
- Evaluasi intake makanan yang masuk.
- Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal.
- Identifikasi faktor penyebab diare.
- Monitor tanda dan gejala diare.
- Ukur diare atau keluaran BAB.
- Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus.
- Instruksikan orang tua dan anak untuk makan rendah serat, tinggi protein, dan tinggi kalori jika memungkinkan.

Dx III
Kriteria hasil :
- Vital sign berada pada keadaan normal.
- Anak tidak mengalami diare.
Intervensi :
- Monitor vital sign.
- Pertahankan cairan intake dan output yang adekuat.
- Monitor status nutrisi.
- Berikan cairan IV.
- Monitor pemasukan cairan dan makanan dan hitung intake kalori cairan.

Dx IV
Kriteria hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, serta mencari bantuan bila nyeri datang).
Intervensi:
- Kaji nyeri, meliputi lokasi nyeri, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor penyebab nyeri.
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan pasien.
- Gunakan komunikasi terapeutik untuk menanyakan pengalaman nyeri pasien.
- Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik.
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik.
- Ajarkan anak dan orang tua teknik nonfarmakologik untuk mengurangi nyeri.

Dx V
Kriteria hasil :
- Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik.
- Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan.
Intervensi :
- Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas.
- Dorong anak untuk mengucapkan perasaan terhadap keterbatasan.
- Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.
- Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
- Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan.
- Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas.
- Monitor pola tidur dan lamanya tidur/ istirahat pasien.

Dx VI
Kriteria hasil :
- Keterampilan motorik, sosial, dan ekspresi anak menunjukkan normal.
Intervensi :
- Bangun hubungan kepercayaan dengan anak.
- Identifikasi keterampilan sosial anak yang dapat dilatih.
- Dukung anak untuk memverbalisasikan perasaan, persepsinya tentang sesuatu.
- Fasilitasi integrasi anak dengan teman sebayanya.



DAFTAR PUSTAKA
- Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas indonesia. 1993.
- Fahmi S, indriatmi W, zubier F, judarnarso j, editor. Penyakit menular seksual. Jakarta: Balai penerbit Fakultas kedokteran Universitas indonesia. 1997.
- Budimulja. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS). Dalam: Djuanda, A,;dkk. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, edisi kedua. Jakarta: Fakiltas kedokteran Universitas indonesia. 1987: 354-356.
- Acquired immune Deficiency syndrome (AIDS), http: / WWW. drkoop.Com / conditions / AIDS / page _25_136 . asp.Diakses 16 februari 2000.
- Stewart G, editor , could it be HIV? The clinical recognition of HIV infection, 2nd edition . Australia. Ausrtralian medical publishing Company. 1994.
- Merati Tp, Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) . DALAM: Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, etal, editor, Buku Ajar ilmu penyakit dalam.jilid 1. Edisi ketiga.jakarta : Fakultas kedokteran Universitas indonesia . 1996.

IBU HAMIL DENGAN HIPERTENSI

A. Pengertian
Ibu hamil dengan tekanan darah tinggi (hipertensi kehamilan) adalah ibu hamil yang meningka tekanan darah sistolik dan diastolic sama dengan atau melibihi 140/90 mmHg atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik 15 mmHg atau lebih diatas nilai dasar normal dengan penambahan berat badan kemungkainan adanya oedema dan proteurine.

B. Etiologi
1. Defesiensi nutrisi (gizi)
- protein dan kalori
- kalsium
- besi
- vitamin
2. Imunologi disfungsi
3. Predisposisi genetik
4. Iskemia uterina

C. Klasifikasi
1. Preeklamsi ringan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Hipertensi dengan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih dan diastolik 15 mmHg atau lebih dan 140/90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam 6 jam.
b. Penimgkatan berat badan lebih dari 1,4 kg per bulan selama tri wulan kedua.
c. Eodema sedikit atau tidak ada.
d. Proteinuria sedikit bertambah.
e. Tidak ada keluhan-keluhan.
2. Preeklamsi berat
a. Hipertensi dengan sistolik 160 mmHg atau lebih dan diastolic 110 mmHg atau lebih.
b. Penambahan berat badan yang sama seperti pada preeklamsi ringan.
c. Oedema meluas pada muka dan tangan.
d. Proteinuria +3 sampai +4.
e. Adanya keluhan-keluhan seperti sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri pada daerah epigastrium, mual dan muntah.

D. Patofisiologi
Pada ibu hamil normal plasenta menghasilkan progesteron yang bertambah hal ini menyebabkan ekresi natrium lebih banyak karena progesteron berfungsi sebagai diuretik ringan.
Kehilangan natrium menyebabakan penyempitan dari vilume darah kompartemen vaskuler, pada kehamilan dengan pre eklamsi menunjukan adanya peningkatan resistensi perifer dan vasokontriksi pada ruang vaskuler, bertanbahnya protein serum (albumin dan globulin ) yang lolos dalam urine disebabkan oleh adanya lesi dalam glomerolus gimjal, sehimgga terjadi oliguri karena menurunya aliran darah ke ginjal dan menurunya GFR (glomerulus filtrat rate ) kenaikan berat badan dan oedema yang disebabka penambahan cairan yang berlebiha dalam ruang intrestisial mungkin berhubungan dengan adanya retensi air dan garam, terjadinya pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke intertisialdiikuti oleh adanya kenaikan hematokrit, peningkatan protei serum menambah oedem dan menyebabkan volume darah berkurang, visikositas darah meningkat dan waktu peredaran darah teri menjadi lama.

E. Komplikasi
1. Gangguan faal plasenta
2. Hambatan pertambahan intrra uteri pada janin
3. Eklamsi

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Preeklamsi dibedakan menjadi dua, yaitu melihat kondisi dari preeklamsia tersebut.
1. Preeklamsi ringan.
Secara klinis, pastikan usia kehamilan, kematangan serviks, dan kemungkinan pertumbuhan janin terhambat.
pada pasien rawat jalan, anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan 8 jam malam hari. Bila sukar tidur dapat diberikan Fenobarbital 1-2 X 30 mg.
be4rikan juga informasi perkembangan janin, dan periksa juga proteinuri.
bila dalam 2 minggu, selama rawat jalan tidak menunjuikan perbaikan, anjurkan rjuk untuk perawatan intensif dirumah sakit.
bila terjadi peningkatan berat badan (kurang dari 1 kg/mingu, selama 2 X berturut-turut) atau tampak tanda-tanda preeklamsi berat, berikan obat anti hipertensi metiddopa 3 X 125 mg (dapat di tingkatkanb sampai dosis maksimal 1500 mg), nifedifin 3-5 X 5-10 mg, atau adalatretard 2-3 X 20 mg, atau pindolol 1-3 X 5-10 mg atau dosisi maksimal 30 mg.
Pada kehamilan 37 minggu dengan serviks matang lakukan induksi persalinan. Persalinan dapat dilakukan spontan atau dipercepat dengan bantuan ekstraksi.
2. Preeklamsia berat.
Upaya pengobatan ditujukan untuk menjcegah kejang, memulihkan organ vital pada keadaan normal dan melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya, baik pada ibu ataupun bayinya.
berikan MgSO4 apabila reflek patella kuat, respirasi lebih dari 16 X/menit, dan deurisis lebih dari 100cc dalam 4 jam.
MgSO4 diberikan bersama infuse D5% dengan tetesan 15-20 tpm. Dosis awal 2gr(iv), dalam 10 selanjutnya 2gr/jam dalam drip infuse sampai TD stabil.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifasi dan istirahat
- Ketidakmampuan melakukan aktifitas normal
- Dispenia nocturnal karena pengerahan tenaga
2. Sirkulasi
- Takikardia, palpitasi, disritmia
- Dapat mengalami pembesaran jantungdan murmur diastolic dan pristolik kontinu
- Peningkatan tekanan darah
- Clubbing dan sianosis
- Nadi mungkin menurun
- Dapat mengalami memar spontan, perdarahan lama,
- Riwayat hipertensi kronis
3. Eliminasi
Menurunnya keluaran urine
4. Makanan dan cairan
- Obesitas
- Mual dan muntah
- Malnutrisi
- Diabetes mellitus
- Dapat mengalami edemia ekstrimitas bawah
5. Nyeri dan rasa nyaman
Dapat mengeluh nyeri dada dengan tanpa aktivitas
6. Pernafasan
- Pernafasan mungkin kurang dari 14 x / menit
- Takipnea
- Dispnea

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake nutrisi.
2. Penurunan curah jantung b.d penurunan isi sekuncuo jantung.
3. Resiko cidera b.d oedema atau hipoksia jaringan.
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang proses penyakit.

C. Intervensi Keperawatan
Dx I
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
1 BB dalam rentang normal
2 Tidak ada tanda-tada mal nutrisi
3 Intake nutrisi adekuat
Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan subtansi gula
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c

Dx II
Tujuan : Sirkulasi darah adekuat.
Kriteria hasil :
1 Tekanan Darah Dalam Batas Normal
2 Nadi dalam batas normal
3 Intoleransi aktivitas dalam batas normal
4 Tidak ada kelelahan yang berlebihan
Intervensi :
- Monitor respirasi dan oksigensi
- Berikan posisi yang dapat memaksimalkan ventilasi
- Auskultasi suara nafas
- Bersihkan sekresi dengan saction
- Amjurkan untuk istirahat dan mengurangi aktifitas berlebih

Dx III
Tujuan : Tidak terjadi injury.
Kriteria hasil :
1 Tidak terjadi cedera yang berlebihan
2 Tidak tejadi fraktur pelvis
3 Tidak terjadi fraktur pinggul
4 Tidak terjadi fraktur spinal
Intervensi :
- Monitor respirasi
- Lakukan kompres dada jika pernafasan < 60x/menit
- Cek pernafasan 30 menit settelah kompres dada
- Cek stimulasi taktil dengan memijat kaki atau pinggul

Dx IV
Tujuan : Kien mengerti dan memahami penyakitnya
Kriteria hasil :
1. Klien dapat menjelaskan proses penyakit
2. Klien dapat menjelaskan faktor penyebab penyakit
3. Klien dapat menjelaskan efek penyakit
4. Klien mengetahui tanda dan gejala penyakit
Intervensi :
- Tentukan tingkat pengetahuan keluarga yang berhbungan dengan dengan penyakit
- Jelaskan patofisiologi penyakit
- Jelaskan tanda dan gejala
- Sediakan informasi tentang kondisi pasien



DAFTAR PUSTAKA
- Fakultas Kedokteran Universitas Pedjajaran Bandung. 1984. Obstetri Patologi.
Bandung : Elstar Offset.
- Doenges E, Marilynn. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Kajarta : EGC
- Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I.
Jakarta : EGC

ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN KALA IV

A. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar, 2002).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala tanpa melalui alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).
Kesimpulan : persalinan adalah proses pengeluaran konsepsi yang telah cukup bulan melalui jalan lahir atau jalan lainnya, dengan bantuan atau tanpa bantuan.
Tahapan persalinan adalah :
1. Kala I : Pembukaan Sevik – 10 cm (lengkap)
2. Kala II : Pengeluaran janin
3. Kala III : Pengeluaran & pelepasan plasenta
4. Kala IV : dari lahirnya uri selama 1 – 2 jam
Yang dimaksud dengan kala IV adalah 1-2 jam setelah pengeluaran uri

B. Asuhan Kala IV
1. Fisiologi Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan dari 1-2 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk memantau kondisi ibu.
2. Evaluasi Uterus
Setelah kelahiran plasenta, periksa kelengkapan dari plasenta dan selaput ketuban. Jika masih ada sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal dalam uterus akan mengganggu kontraksi uterus sehingga menyebabkan perdarahan.
Jika dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka akan terjadi atonia uteri. Oleh karena itu, diperlukan tindakan rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan bila perlu dilakukan Kompresi Bimanual.

3. Pemeriksaan Servik, Vagina dan Perineum
Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, maka periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkulai dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, maka periksa anus dengan rectal toucher.
Laserasi dapat dikategorikan dalam :
1. Derajat pertama: laserasi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit.
2. Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit dan jaringan perineum (perlu dijahit).
3. Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani.
4. Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum dan spinkter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.

4. Pemantauan Kala IV
Saat yang paling kritis pada ibu pasca melahirkan adalah pada masa post partum. Pemantauan ini dilakukan untuk mencegah adanya kematian ibu akibat perdarahan. Kematian ibu pasca persalinan biasanya tejadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia post partum. Selama kala IV, pemantauan dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah persalinan.

Setelah plasenta lahir, berikan asuhan yang berupa :
1. Rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang kontraksi uterus.
2. Evaluasi tinggi fundus uteri – Caranya : letakkan jari tangan Anda secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau dibawah pusat.
3. Perkirakan darah yang hilang secara keseluruhan.
4. Pemeriksaan perineum dari perdarahan aktif (apakah dari laserasi atau luka episiotomi).
5. Evaluasi kondisi umum ibu dan bayi.
6. Pendokumentasian.

Bentuk Tindakan Dalam Kala IV :
1. Mengikat tali pusat;
2. Memeriksa tinggi fundus uteri;
3. Menganjurkan ibu untuk cukup nutrisi dan hidrasi;
4. Membersihkan ibu dari kotoran;
5. Memberikan cukup istirahat;
6. Menyusui segera;
7. Membantu ibu ke kamar mandi;
8. Mengajari ibu dan keluarga tentang pemeriksaan fundus dan tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi.

Tindakan Yang Tidak Bermanfaat :
1. Tampon vagina – menyebabkan sumber infeksi.
2. Pemakaian gurita – menyulitkan memeriksa kontraksi.
3. Memisahkan ibu dan bayi.
4. Menduduki sesuatu yang panas – menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, menambah perdarahan dan menyebabkan dehidrasi.

Pemantauan Lanjut Kala IV
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala IV adalah :
1. Vital sign – Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60 mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul kemungkinan adalah demam atau perdarahan.
2. Suhu – S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan terjadi dehidrasi ataupun infeksi.
3. Nadi
4. Pernafasan
5. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).
6. Perdarahan – Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung kencing).
7. Kandung kencing – Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi tidak baik.

Tanda Bahaya Kala IV
Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang tanda bahaya :
1. Demam.
2. Perdarahan aktif.
3. Bekuan darah banyak.
4. Bau busuk dari vagina.
5. Pusing.
6. Lemas luar biasa.
7. Kesulitan dalam menyusui.
8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.


ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Dapat tampak berenergi atau kelelahan / keletihan, mengantuk
2. Sirkulasi
- Nadi biasanya lambat (50-70), karena hipersensitivitas vagal.
- TD Bervariasi,
- Edema
3. Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah- ubah,
4. Eliminasi
- Hemoroid sering ada dan menonjol
- kandung kemih mungkin teraba atas simfisis pubis atau kateter urinarius mungkin dipasang.
5. Makanan / cairan
Dapat mengeluh haus lapar atau mual
6. Neurosensori
- Sensasi gerak ekstremitas bawah menurun pada adanya anestesi spinal atau analgesia kaudal/epidural.
- Hiperefleksia mungkin ada
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber, mis : nyeri, trauma jaringan / perbaikan episotomi, kandung kenih penuh, perasaan dingin dan otot tremor dan menggigil
8. Keamanan
- Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit (pengerahan tenaga, dehidrasi)
- Perbaikan episitomi utuh, dengan tepi jaringan merapat.
9. Seksualitas
- Fundus keras terkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi unbilikus.
- Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah gelap, dengan hanya beberapa bekuan kecil.
- Payudara lunak dan puting tegang
10. Penyuluhan atau pembelajaran
Obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
11. Pemeriksaan diagnostik
Hb / Ht, jumlah darah lengkap, Urinalis, pemeriksaan lain sesuai indikasi temuan fisik

B. Prioritas keperawatan
1. Meningkatkan kesatuan dan ikatan keluarga
2. Mencegah atau mengontrol perdarahan
3. Meningkatkan kenyamanan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Proses keluarga, perubahan. b.d transisi atau peningkatan perkembangan anggota keluarga
2. Kekurangan volume cairan b.d kelelahan / kegagalan miometri dari mekanisme homeostatik. mis siskulasi uteroplasental berlanjut, vaso kontriksi tidak koplet, ketidak adekuatan erpindahan cairan
3. Nyeri akut b.d trauma mekanis/edema jaringan, kelelahan fisik dan psikologis, ansietaas

D. Intervensi Keperawatan
Dx I
Tujuan :
Saat kondisi ibu dan neonatus memungkinkan mendemonstrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat, menggendong bayi
Tindakan / intervensi :
- Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi, lebih disukai bersentuhan kulit dengan kulit
- Anjurkan ayah untuk menyentuh dan menggendong bayi dan membantu dalam perawatan bayi, sesuai kondisi
- Observasi dan catat interaksi bayi keluarga, perhatikan perilaku untuk menujukan ikatan dan kedekatan dalam budaya khusus
- Catat pengungkapan / perilaku yang menunjukan kekecewaan atau kuran minat/ kedekatan
- Jamin privasi keluarga pada pemeriksaan selama interaksi awal dengan bayi baru lahir, sesuai kondisi ibu dan bayi
- Anjurkan dan bantu pemberian ASI, tergantung pada pilihan klien dan keyakinan.

Dx II
Tujuan :
Menunjukan tanda-tanda vital stabil dalam batas normal, menunjukan perbaikan episitomi atau insisi sesaria merapat dan balutan bedahkerin dan utuh
Tindakan / intervensi :
- tempatkan klien pada posisi rekumben
- kaji hal yang memperberat kejadian intrapartum, khususnya persalinan yang di induksi/augmentasi atau persalinan yang lama.
- perhatikan jenis persalinan dan anestesia, kehilangan darah pada persalinan, dan lama persalinan tahap II
- kaji TD dan nadi setiap 15 menit
- perhatikan kondisi perbaikan episitomi, edema berlebihan, tekanan internal kuat

Dx III
Tujuan :
- menunjukan posur dan ekspresi wajah rileks
- mengungkapkan rasa ketidaknyamanan / nyeri
Tindakan / intervensi :
- kaji sifat dan derajat ketidak nyamanan, jenis melahirkan, lama persalinan, dan pemberian anastesi atau analgesia.
- beri ucapan selamat klien / pasangan pada kelahiran bayi baru lahir. berikan kesempatan untuk membicarakan tentang pengalaman melahirkan
- berikan informasi yang tepat tentang perawatan rutin selama periode pascapartum.
- kaji adanya tremor pada kaki atau tubuh atau gemetar yang tidak terkontrol, tempatkan selimut hangat pada klien
- anjurkan penggunaan teknik pernapasan / relaksasi
- berikan lingkungan tenang, anjurkan istirahat diantara pengkajian
- berikan cairan yang jernih jika dibutuhkan



DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, dkk, rencana perawatan maternal/bayi,edisi 2, EGC, Jakarta
Draft, Acuan Pelatihan Pelayanan Dasar Kebidanan.
Dep.Kes. RI, 2004, Asuhan Persalinan Normal, Jakarta.
http://blog.asuhankeperawatan.com/414askep/mekanisme-persalinan-normal/
http://www.mitrariset.com/2009/04/persalinan.html
Mochtar, R, 1998, Sinopsis Obstetri, Edisi 2 Jilid 1, EGC, Jakarta.
Pusdiknakes, 2003, Buku 3 Asuhan Intrapartum, Jakarta.
Sarwono, P, 2003, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, YBP SP, Jakarta.
Scoot, J, dkk, 2002, Dandorft Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi, Cetakan I, Widya Merdeka, Jakarta.

60 LANGKAH PERSALINAN NORMAL

I. TANDA DAN GEJALA KALA II
1. Dor – ran Tek – Nus Per – Jol Vul - Ka

II. SIAP ALAT
2. Partus Set, wadah DTT Luar : ibu, Bayi

III. SIAP DIRI
3. Clemek
4. Cuci
5. Sarung
6. Oksi ( ½ koher )

IV. PASTIKAN : PEMBUKAAN LENGKAP DJJ
7. Bersih
8. Pemeriksaan Dalam
9. Celup
10. DJJ

V. SIAP IBU DAN KELUARGA BERI TAHU
11. Ibu
12. Bapak

VI. PIMPIN UNTUK MENERAN
13. His
Pimpin, Puji
Istirahat : minum, DJJ

VII. SIAP – SIAP UNTUK MENOLONG
14. Handuk
15. Bokong
16. Buka alat
17. Sarung tangan

VIII. TOLONG KEPALA – BAHU – BADAN
18. Lindungi kepala
19. Usap
20. Check
21. Tunggu
22. Biparietal
23. Sangga
24. Susur

IX. PENANGANAN BBL
25. Letak
26. Kering
27. Jepit
28. Potong
29. Ganti
30. Susu

X. KALA III
31. Fundus
32. Beritahu
33. Suntik
34. Pindah
35. Posisi
36. Regang
PLASENTA
37. Tarik
38. Putar
39. Masase 15 “

XI. PERDARAHAN SEGERA
40. Plasenta
41. Robekan

XII. PASCA TINDAKAN
42. tonus
43. Bersih
44. Ikat
45. Ikat
46. Klem
47. Bungkus
48. Susu

XIII. EVALUASI
49. tonus
50. Ajarkan
51. Nadi
52. TD

XIV. BERSIH / AMAN
53. Alat
54. Buang
55. Ibu
56. Nyaman
57. Dekon
58. Celup
59. Cuci
60. Partograf

Tuesday, June 1, 2010

ENDOMETRIOSIS

A. Pengertian
Endometriosis adalah lesi jinak atau lesi dengan sel-sel yang serupa dengan dengan sel-sel lapisan uterus tumuh secara menyimpang dalam rongga pelvis diluar uterus. (Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, 1556 : 2002)
Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium (kelenjar dan stoma) diluar uterus (Arif Mansjoer, Kapita Selekta, 381: 2001)
Endometriosis adalah terdapatnya jaringan endometrium diluar kavum uterus.Bila jaringan endometrium terdapat didalam miometrium disebut adenomiosis (adenometriosis internal) sedangkan bila duluar uterus disebut (endometriorisis ekterna).

B. Etiologi
Sampai saat ini belum ada yang memastikan penyebab endometriosis. Ada beberapa teori yang menerangkan endometriosis seperti:
1. Teori implantasi yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitan transtuba pada saat menstruasi
2. Teori metaplasia yaitu metaplasia sel multipotensial menjadi endometrium, namun teori ini tidak didukung bukti klinis maupun eksperimen
3. Teori induksi yaitu kelanjutan teori metaplasia dimana faktor biokimia, endogen menginduksi perkembangan sel peritoneal yang tidak berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium (Arif Mansjoer, Kapita Selekta, 381: 2001)
Teori lain :
1. Teori transplantasi bahwa aliran darah haid (menstruasi retrogard) mengirimkan kembali jaringan endometrium ke tempat ektopik melalui tuba fallopi
2. Teori metaplasi berhubungan dengan jaringan epitel embrionik yang tertahan yang selama pertumbuhannya dapat berubah menjadi jaringan epitel oleh stimuli dari luar (Brunner & Suddarth, Keperawtan Medikal Bedah, 1556: 2002)

C. Patofisiologi
Dengan mengacu pada frekuensinya, endometriosis mengenai pelvis mengenai ovarium, ligament uteosakral, serviks, permukaan terluar uterus, umbilikus, jaringan parut akibat laparatomi, sakus hernialis dan apendiks.Letak endometrium yang tidak tepat, berespon dan tergantung pada stimulasi hormonal ovarium.Selama menstruasi, pertumbuhan jaringan ektopik ini mengalami perdarahan sebagian besar kedalam area yang tidak mempunyai saluran keluar yang menyebabkan nyeri dan perlekatan.Lesi biasanya kecil, keriput dan berwarna coklat atau biru-hitam yang menandakan perdarahan yang tidak dapat keluar.
Jaringan endometrium yang terkandung di dalam suatu kista ovarium tidak mempunyai jalan keluar untuk perdarahan, pembentukan ini disebut pseudokist (kista coklat). Perlekatan, kista dan jaringan parut dapat terjadi yang menyebabkan tidak saja nyeri tetapi juga infertilitas.

D. Tanda dan Gejala
Gejala yang sering ditemukan :
1. Subfertilitas
2. Dismenore
3. Dispaneunia (nyeri panggul kronik)
4. Rasa sakit hebat pada abdomen bagian bawah, vagina, pelvis posterior dan pinggang terjadi selama 1 atau 2 hari sebelum siklus mentruasi selama 2 atau 3 hari

E. Komplikasi
1. Obstruksi ginjal dan penurunan fungsi ginjal karena endometriosis dekat dengan kolon atau ureter
2. Torsi ovarium atau rupture ovarium sehingga terjadi peritonitis karena endometrioma
3. Calamenial seizure atau pnemotoraks karena eksisi endometriosis

F. Diagnosis
Klasifikasi endometriosis menurut Acosta
1. Ringan yaitu endometriosis yang menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau posterior kavum duoglasi peritoneum pelvic atau permukaan ovarium
2. Sedang yaitu
- Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan parut dan retraksi atau endometrioma kecil
- Perlekatan minimal sekitar ovarium dengan ovarium yang mengalami endometriorisis
- Endometriosis pada anterior atau posterior kavum duoglasi dengan parut dan retraksi atau perlekatan tanpa menyerang sigmoid
3. Berat yaitu
- Endometriosis pada satu atau dua ovarium dengan ukuran lebih dari 2x2 cm2
- Perlekatan pada satu atau dua ovarium, tuba atau kavum douglasi karena endometriosis
- Keterlibatan usus dan traktus urinarius yang nyata

G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan yaitu menunda kehamilan, tidak melakukan pemeriksaan kasar atau melakukan kerokan pada haid
2. Observasi pada pembesaran analgesik yaitu pemeriksaan periodik dan berkala
3. Pengobatan hormonal
4. Pembedahan dilakukan dengan histeroktomi total salfingo-oferektomi bilateral eksisi tempat endometriorisis

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsy lesi mencurigakan pada laparoskopi
2. Pemeriksaan konsentrasi Ca 125
3. Ultrasonografi
4. Tomografikomputer
5. Magnetic resonance imaging (MRI)


ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat keluarga : riwayat kanker, kemataian akibat kelainan ginekologi
2. Riwayat sosial : merokok
3. Riwayat kehamilan : lama kehamilan, masalah kehamilan, tipe kelahiran, lama persalinan dan berat bayi
4. Siklus menstruasi : nyeri tekan, ukuran kesimetrisan, karakteristik puting, kondisi kulit
5. Abdomen
a. Inspeksi : penonjolan abdomen
b. Palpasi : cairan, tegangan, kelemasan, nyeri tekan
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : bising usus dan kehamilan
6. Pemeriksaan panggul : nyeri panggul

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas
3. Nyeri berhubungan dengan dismenore
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

C. Intervensi Keperawatan
Dx I
Tujuan :Ansietas berkurang
Kriteria hasil :
- Klien dapat mengungkapkan perasaan cemas
- Wajah klien tampak rilek
Intervensi
- Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
- Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
- Temani klien untuk mendukung keamaan dan menurunkan rasa takut
- Ajarkan pada klien untuk menggunakan teknik relaksasi
- Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
Dx II
Tujuan : Percaya diri klien meningkat
Kriteria hasil :
- Klien dapat menunjukan kearah penerimaan diri
- Klien dapat menyusun tujuan yang realistis
Intervensi :
- Dorong pertanyaan tentang situasi saat ini dan harapan yang akan datang
- Identifikasikan masalah peran klien
- Dorong klien untuk mengekpresikan perasaannya
Dx III
Tujuan : Nyeri berkurang
Kriteria hasil :
- Skala nyeri berkurang
- TTV normal
Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi)
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk untuk menentukan intervensi
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Berikan pengobatan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri
Dx IV
Tujuan : Klien mengerti dan memahami tentang kondisi penyakitnya
Kriteria hasil :
- Klien mampu mengulangi penjelasan perawat
- Pengetahuan klien bertambah
Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan yang berhubungan dengan proses penyakit
- Jelaskan patofisiologi penyakit dan hubungkan dengan anatomi fisiologi bersama tim kesehatan
- Jelaskan tanda dan gejala, proses serta penyebab penyakit
- Sediakan informasi tentang kondisi klien
- Berikan informasi tentang tindakan diagnostik
- Motivasi keluarga klien untuk mengikuti informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain


DAFTAR PUSTAKA

 Bunner and Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
 Dothrock, C Jane.1999.Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif.Jakarta : EGC
 Johnson.M.Maas.M.Moorhead.S.2000.Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby.Philadelphia.
 Mansjoer, Arif.2000 Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga Jilid kedua .Media Aesculapius : Jakarta
 MC.Closky.T dan Bulaceck G.2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby.Philadelphia.
 Nanda (2000).Nursing Diagnosis : Prinsip dan Classification.2001-20022. Philadelphia USA.