Monday, May 31, 2010

HEMORAGI ANTEPARTUM

A. Pengertian
Hemoragi antepartum adalah perdarahan pada trisemester terakhir dari kehamilan. (Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Obstetric Patologi, 83: 2002)
Hemoragi antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. (Prof Dr. Rustam Mochtar MPH, Sinopsis Obstetri, 269 : 2002)
Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Pendarahan antepartum merupakan pendarahan dari traktus genitalis yang terjadi antara kehamilan minggu ke 28 awal partus.

B. Klasifikasi
Perdarahan antepartum dapat berasal dari :
1. Kelainan plasenta
a. Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (atrium uteri internal). Implantasi yang normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahin atau fundus uteri.
Klasifikasi dari plasenta previa adalah :
1) Plasenta previa totalis yaitu seluruh ostium internum tertutup oleh plasenta
2) Plasenta previa lateralis yaitu sebagian dari ostium tertutup oleh plasenta
3) Plasenta previa marginalis yaitu hanya terdapat pada pinggir terdapat jaringan plasenta.
b. Solusio plasenta adalah keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatan sebelum janin lahir. Biasanya dihitung sejak kehamilan 28 minggu.
Klasifikasi solusio plasenta menurut derajat lepasnya plasenta adalah :
a) Solusio plasenta parsialis yaitu bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat perlekatannya
b) Solusio plasenta totalis (komplit) yaitu bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlekatannya
c) Kadang-kadang plasenta ini turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam disebut prolaps plasenta
c. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya seperti insersio velamentosa, rupture sinus marginalis, prasenta sirkum valata
2. Bukan dari kelainan plasenta biasanya tidak begitu berbahaya misalnya serviks vagian (erosion polip, varisa yang pecah) dan trauma

C. Etiologi
1. Etiologi plasenta previa disebabkan oleh faktor
a. Endometrium yang inferior
b. Endometrium yang persisten
c. Korpus luterum yang bereaksi lambat
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan yang endometriumnya kurang baik misalnya pada karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua
2. Etiologi solusio plasenta yang dipengaruhi pada kejadiannya
a. Hipertensi esensial (preeklamsi)
b. Tali pusat yang pendek
c. Truma
d. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena kava inferior
e. Uterus yang sangat mengecil

D. Patofisiologi
1. Plasenta previa
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa karena segmen bawah agak menentang selama kehamilan lanjut dan persalinan dalam mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding usus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindari sehingga terjadi perdarahan
2. Solusio plasenta
Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematom pada desidua sehingga plasenta terdesak akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, kematian yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan pasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas.
Kejadiannya baru diketahui setelah plsenta lahir yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada permukaaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang warnanya kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematom retoplasenter akan bertambah besar sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus.

E. Tanda dan Gejala
1. Plasenta previa
a. Perdarahan tanpa nyeri hal ini disebabkan karena perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus dan perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan dinding rahim
b. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terrendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.
c. Pada plasenta previa ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral dan marginal serta robekannya marginal sedangkan plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta.
2. Solusio plasenta
a. Perdarahan yang disertai nyeri
b. Anemi dan syok
c. Rahim keras seperti papan dan nyeri pinggang
d. Palpasi sukar karena rahim keras
e. Fundus uteri makin lama makin naik
f. Bunyi jantung biasanya tidak ada

F. Komplikasi
1. Plasenta previa
a. Prolaps tali pusat
b. Prolaps plasenta
c. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan
d. Robekan-robekan jalan lahir
e. Perdarahan post partum
f. Infeksi karena perdarahan yang banyak
g. Bayi prematuritas atau kelahiran mati
2. Solusio plasenta
a. Langsung
1) Perdarahan
2) Infeksi
3) Emboli dan obstetrik syok
b. Komplikasi tidak langsung
1) Couvelair uterus kontraksi tak baik, menyebabkan pendarahan post partum
2) Adanya hipo fibrinogenemia dengan perdarahan post jartum
3) Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia,

G. Penatalaksanaan
1. Plasenta previa
a. Tiap-tiap perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial harus dikirim ke rumah sakit tanpa melakukan suatu manipulasi apapun baik rectal apalagi vaginal)
b. Apabila ada penilaian yang baik, perdarahan sedikt janin masih hidup, belum inpartus. Kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat badan janin di bawah 2500 gr. Kehamilan dapat ditunda dengan istirahat. Berikan obat-obatan spasmolitika, progestin atau progesterone observasi teliti.
c. Sambil mengawasi periksa golongan darah, dan siapkan donor transfusi darah. Kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari premature.
d. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil yang disangka dengan plasenta previa, kirim segera ke rumah sakit dimana fasilitas operasi dan tranfuse darah
e. Bila ada anemi berikan tranfuse darah dan obat-obatan.
2. Solusio plasenta
a. Terapi konservatif
Prinsip : tunggu sampai paerdarahan berhenti dan partus berlangsung spontan. Perdarahan akan berhenti sendiri jika tekanan intra uterin bertambah lama, bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek.
Sambil menunggu atau mengawasi berikan :
1. Morphin suntikan subkutan
2. Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.
3. Tranfuse darah.
b. Terapi aktif
Prinsip : melakukan tindakan dengan maksud anak segera diahirkan dan perdarahan segera berhenti.
Urutan-urutan tindakan pada solusio plasenta :
1) Amniotomi ( pemecahan ketuban ) dan pemberian oksitosin dan dan diawasi serta dipimpin sampai partus spontan.
2) Accouchement force : pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan cunam villet gauss atau versi Braxtonhicks.
3) Bila pembukaan lengkap atau hampir lengkap, kepala sudah turun sampai hodge III-IV :
a. Janin hidup : lakukan ekstraksi vakum atau forceps.
b. Janin meninggal : lakukan embriotomi
4) Seksio cesarea biasanya dilakukan pada keadaan :
a. Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil
b. Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, pembukaan masih kecil.
c. Solusio plasenta dengan panggul sempit.
d. Solusio plasenta dengan letak lintang.
5) Histerektomi dapat dikerjakan pada keadaan :
a. Bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrino-genemia kalau persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup.
b. Couvelair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak baik.
6) Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.
7) Pada hipofibrinogenemia berikan :
a. Darah segar beberapa botol
b. Plasma darah
c. Fibrinogen


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM REPRODUKSI : HEMORAGI ANTEPARTUM


A. Pengkajian
1. Sirkulasi
a. Hipertensi atau hipotensi mungkin ada
b. Pucat
c. Pusing
2. Integritas ego
a. Cemas, ketakuan, gelisah
3. Makanan atau cairan
a. Mual atau muntah
4. Keamaman
a. Penyakit inflamasi pelvis
b. Kejadian goneroe berulang
5. Seksualitas
a. Multipara dan usia ibu telah lanjut
b. Seksio sesaria sebelumnya
c. Aborsi berulang pada trisemester kedua dan ketiga
d. Jaringan parut servikal karena laserasi, konisasi servikal, aborsi elektif, atau dilatasi dan kuretase
e. Kondisi khusus dengan tanda dan gejala yang tepat telah disebutkan sesuai dengan urutan pada masa pranatal dimana hal ini dapat muncul
f. Kehamilan ektopik
g. Ektoruptur tergantung pada lokasi janian misalnya ismus pada tuba fallopi dapat ruptur setelah 4-5 minggu, implantasi interstisial tidak ruptur sampai mulainya trisemester kedua

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan vaskuler berlebihan
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
3. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi serviks
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
C. Intervensi Keperawatan
Dx I
Tujuan : Klien tidak mengalami kekurangan volume cairan
Kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
1. Evaluasi, laporkan dan catat jumlah serta sifat hilangnya darah
2. Posisikan klien dengan tepat terlentang dan panggul di tinggikan
3. Pantau aktifitas uterus, status janin dan adanya nyeri tekan abdomen
4. Hindari pemeriksaan rektal
5. Tinjau ulang pemeriksaan darah
Dx II
Tujuan : keadaan kulit baik
Kriteria hasil : tidak ada push pada luka
Intervensi :
1. Perhatikan status fisiologis ibu dan status sirkulasi
2. Catat kehilangan darah ibu dan adanya kontraksi uterus
3. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri
4. Berikan suplai oksigen pada klien
5. Siapkan klien untuk intervensi bedah dengan tepat
Dx III
Tujuan : Klien tidak nyeri lagi
Kriteria hasil :
1. Skala nyeri berkurang
2. Klien mampu istirahat
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi)
2. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
3. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk untuk menentukan intervensi
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Berikan pengobatan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri
Dx IV
Tujuan : Klien mengerti dan memahami tentang kondisi penyakitnya
Kriteria hasil :
1. Klien tidak sering bertanya
2. Klien mampu mengulangi penjelasan perawat
3. Pengetahuan klien bertambah
Intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan yang berhubungan dengan proses penyakit
2. Jelaskan patofisiologi penyakit dan hubungkan dengan anatomi fisiologi bersama tim kesehatan
3. Jelaskan tanda dan gejala, proses serta penyebab penyakit
4. Sediakan informasi tentang kondisi klien
5. Berikan informasi tentang tindakan diagnostik
6. Motivasi keluarga klien untuk mengikuti informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain


DAFTAR PUSTAKA

- Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.2002.Obstetric Patologi.Jakarta : EGC
- Johnson.M.Maas.M.Moorhead.S.2000.Nursing Outcome Classification (NOC). Mosby.Philadelphia.
- MC.Closky.T dan Bulaceck G.2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby.Philadelphia.
- Marilyin, Doengoes.2001.Rencana Perawatan Maternal atau Bayi.Jakarta : EGC
- Nanda (2000).Nursing Diagnosis : Prinsip dan Classification.2001-2002. Philadelphia USA.
- Prof Dr. Rustam Mochtar MPH.1998. Sinopsis Obstetri.Jakarta : EGC
- www.google.com

CA MAMAE

A. Pengertian
Ca. Mamae merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita, disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (kanker).
Ca mamae adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit.
(Erik T, 2005, hal : 39-40)

B. Etiologi
Sebab keganasan pada mamae belum jelas, tetapi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu:virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan familiar.
1. Wanita resiko tinggi dari pada pria
2. Usia,
3. riwayat keluarga
4. riwayat kesehatan
5. menikah tapi tidak melahirkan anak
6. riwayat reproduksi
7. tidak menyusui
8. obesitas
9. stress hebat
10. life style

C. Patofisiologi
Proses terjadinya kanker karena terjadi perubahan struktur sel, dengan ciri: proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker akan mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.

D. Tanda dan gejala
1. Nyeri didaerah massa
2. Pengelupasan papilla mamae
3. Ditemukan lesi pada pemeriksaan mamografi
4. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting
5. Edema dengan ”peant d” orange (keriput seperti kulit jeruk)
6. Perubahan bentuk dan besar payudara, adanya lekukan kedalam tarikan dan refraksipada areola mamae.
7. Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal ibu tidak sedang hamil atau menyusui

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Mammagrafi, yaitu pemeriksaan yang dapat melihat struktur internal dari payudara, hal ini mendeteksi secara dini tumor atau kanker.
2. Ultrasonografi, biasanya digunakan untuk membedakan tumor sulit dengan kista.
3. CT. Scan, dipergunakan untuk diagnosis metastasis dematolog payudara pada organ lain
4. Sistologi emato aspirasi jarum halus
5. Pemeriksaan ematology, yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel tumor pada peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah.

F. Komplikasi
Metastase ke jaringan sekitar melalui saluran limfe (limfogen) ke paru, pleura, tulang dan hati.

G. Penatalaksanaan
Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan). Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran, kanker. Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterafi dan terapi hormonal.

H. Cara Pencegahan
1. Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan
2. Jika menemukan gumpalan atau benjolan pada payudara segera kedokter.
3. Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penellitian 10 % dari semua kasus kanker payudara adalah faktor gen.
4. Berikan ASI pada bayi
5. Olah raga teratur
6. Kurangi makanan berlemak
7. Perhatikan BB, obesitas meningkat risiko kanker payudara
8. Rileks atau hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan mengguntungkan untuk semua kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.
9. Usia.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN CA MAMAE

A. Pengkajian
1. Kaji reaksi pasien terhadap diagnosa dan kemampuan untuk mengatasi masalah tersebut
2. Kumpulkan riwayat kesehatan dan ginekologis yang lengkap
3. Ajukan pertanyaan yang berkaitan mencakup hal-hal berikut : ketrampilan koping, sistem pendukung, kurang pengetahuan dan adanya rasa tidak nyaman
4. Lakukan pengkajian fisik lengkap dengan perhatian khusus pada payudara tanda-tanda dan gejala-gejala massa yang berkaitan
5. Perasaan dan pikiran tentang seksualitas dan hubungan kanker payudara dengan perasaan-perasaan tersebut
6. Tujuan yang akan datang, harapan hidup atau kehidupan, semangat hidup dan tangguang jawab aktual terhadap yang lain

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut atau kronis berhubungan dengan agen injury fisik
2. Risiko infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasif penyakit.
3. Sindrom deficit self care berhubungan dengan nyeri, kelemahan

C. Intervensi
Dx I : Nyeri akut berhubungan denga injury fisik
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan tingkat kenyamanan klien
meningkat dan rasa nyeri terkontrol.
Kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3
- Ekspresi wajah tenang & dapat istirahat, tidur.
- Ttv dengan batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-
20x/mnt).
Intervensi:
- Kaji nyeri secara komprehensif ( Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi ).
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
- Berikan lingkungan yang tenang
- Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi nyeri.
- Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
- Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
- Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
- Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
Dx II : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi terkontrol.
Kriteria hasil :
- Bebas dari tanda & gejala infeksi
- Angka lekosit normal (4-11.000)
- Suhu normal (36-37 c)
Intervensi :
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
- Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
- Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
- Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
- Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
- Gunakan baju, masker dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
- Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
- Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari.
- Tingkatkan intake nutrisi. & cairan yang adekuat
- Berikan antibiotik sesuai program.
- Proteksi terhadap infeksi
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
- Monitor hitung granulosit dan WBC.
- Monitor kerentanan terhadap infeksi.
- Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
- Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
- Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya
- Monitor perubahan tingkat energi.
- Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.
- Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
- Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
Dx III : Sindrom deficit self care berhubungan dengan nyeri, kelemahan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien dan keluarga dapat merawat diri
Kriteria hasil :
- Kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)
- Klien bersih dan tidak bau.
Intervensi :
- Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri
- Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias
- Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat dir
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
- Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
- Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
- Dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
- Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.



DAFTAR PUSTAKA

- Ramli M. Kanker Payudara.Dalam:Reksoprodjo S, Pusponegoro AD, Kartono D, Hutagalung EU. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995; 342-63.
- Tjindarbumi D. Deteksi dini kanker payudara dan penaggulanggannya. Dalam: Ramli M, Umbas R, Panigoro SS.editor.Deteksi Dini kanker. Jakarta: Balai Penerbit fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000: 32-49.
- Doenges M., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
- Mansjoer, dkk, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta

ASKEP IBU HAMIL DENGAN HYPERTIROID

A. Pengertian
Hipertiroid pada kehamilan ( morbus basodowi ) adalah hiperfungsi kelenjar tiroid ditandai dengan naiknya metabolisme basal 15-20 %, kadang kala diserta pembesaran ringan kelenjar tiroid. Penderita hipertiroid biasanya mengalami gangguan haid ataupun kemandulan. Kadang juga terjadi kehamilan atau timbul penyakit baru, timbul dalam masa kehamilan. Kejadian penyakit ini diperkirakan 1:1000 dan dalam kehamilan umunya disebabkan oleh adenoma tunggal. Pasien dengan penyakit primer ini mungkin mengidap batu ginjal, penyakit tulang atau tanpa gejala.
1. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit
Kehamilan dapat membuat strua tambah besar dan keluhan penderita tambah berat.
2. Pengaruh penyakit terhadap kehamilan dan persalinan
a. Kehamilan sering berakhir ( abortus habitualis )
b. Partus prematurus
c. Kala II hendaknya diperpendek dengan akstraksi vakum / forsial, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis.

B. Etiologi
Hipertiroid :
1. Pembesaran kelenjar tiroid
2. Hiperfungsi kelenjar tiroid
3. Peningkatan metabolisme basal 15-20 %.

C. Patofisiologi
Hypotyroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tyroid infeksi kronis, atrofi kelenjar tyroid yg bersifat idiopatik, jika produksi hormon tidak adekuat maka kelenjar tyroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresi sebagai respon terhadap rangsangan hormon TSH, penurunan sekresi akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh seperti penurunan produksi asam lambung, penurunan metabolisme usus, penurunan detak jantung, gangguan sistem neurologi dan penurunan produksi panas.

D. Tanda dan Gejala
- Eksoftalmus
- Tremor
- Takikardia
- Pembesaran kelenjar tiroid
- Hiperkinesis
- Kenaikan BMR sampai 25 %
- Aneroksia
- Cepat lelah
- Kesulitan dalam menelan
- Mual dan muntah
- Konstipasi
- Hiptonik obat

E. Penatalaksanaan
- Pemberian obat-obat profiltuarasil dan metiazol dosis rendah
- Operasi tiroidektomi, lakukan pada trimester III

F. Komplikasi dan Pengangan
Kematian meningkat dan dapat mencapai 50 %. Pembedahan adalah terapi yang dianjurkan, tetapi mungkin timbul hipokalsemia pasca bedah. Kalau perlu dilakukan pemeriksaan kalsium berkala dan bila nyata harus dilakukan koreksi dengan kalsium glokonat 2-3 x 20 ml cairan 10 %, bila keluhan menjadi ringan, diet makanan kalsium 4 gelas susu / hari dapat dianjurkan. Dalam kenyataan tetani neonatal sering membantu dalam memerlukan hiperparatiriodisme ibu, yang kemudian dioperasi untuk mengangkat adenomanya.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit
- Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
- Erythema, pigmentasi, mixedema local.
- Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
- Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari → tabuh clubbing finger disebut Plumer Nail.
- Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,80C → indikasi Krisis Tyroid.
b. Mata (Opthalmoptik)
- Retraksi kelopak mata atas → mata membelalak / tanda Dalrymple.
- Proptosis (eksoptalmus), karena jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limposit.
- Iritasi Conjunction dan Hemosis.
- Laktrimasi
- Ortalmoplegia
- Tanda Jefrey : kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit menunduk dan mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
- Tanda Rosenbach : tremor pada kelopak mata pada waktu mata menutup.
- Tanda stelwag : mata jarang berkedip.
- Tanda Dalrymple : retraksi kelopak mata bagian atas sehingga memberi kesan mata membelalak.
- Tanda Van Graefe : kelopak mata terlambat turun dibandingkan boa mata.
- Tanda Molbius : kelemahan dalam akomodasi / konvergensi mata / gagal konvergensi.
c. Cardio vaskuler.
- Peningkatan tekanan darah
- Tekanan nadi meningkat
- Takhikardia
- Aritmia
- Berdebar-debar
- Gagal jantung

d. Respirasi.
- Perubahan pola nafas, Dyspnea
- Pernafasan dalam, Respirasi rate meningkat
e. Gastrointestinal
- Poliphagia
- Diare → bising usus hyperaktif, Berat badan turun
f. Otot.
- Kekuatan menurun
- Kurus
- Atrofi
- Tremor
- Cepat lelah
- Hyperaktif refleks tendom
g. Sistem persyarafan.
- Iritabiltas → gelisah
- Tidak dapat berkonsentrasi
- Pelupa
- Mudah pindah perhatian
- Insomnia
- Gemetar
h. Status mental dan emosional.
- Emosi labil → lekas marah, menangis tanpa sebab
- Iritabilitas
- Perubahan penampilan
i. Status ginjal.
- Polyuri (banyak dan sering kencing).
- Polidipsi (rasa haus berlebihan → banyak minum)
j. Status reproduksi
- Pada wanita :
Hypomenorrhoe, Amenorrhoe
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH
- Laki-laki :
Kehilangan libido, Penurunan potensi

k. Leher
- Teraba adany apembesaran tyroid (goiter), Briut (+).

Pemeriksaan Diagnostik
1. Serum T3 dan T4 meningkat (Normal : T3 :8 – 16 g. T4 4-11 g )
2. TSH serum menurun
3. Tyroid → radio aktif iodine up take (RAIU) meningkat (Normal: 10-35 %)
4. BMR meningkar
5. PBI meningkat (Normal :4 g – 8 g, hypertiroid > 8 g, hypertiroid < g)

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan diare, mual, nyeri abdomen dan atau peningkatan BMR ditandai dengan BB turun, diaporesis.
2. Hipetermia yang berhubungan dengan status hipermetabolik ditandai dengan panas.
3. Intoleran aktivitas yang berhubunagan dengan ketiddakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan karena peningkatan kecepatan metabolisme dan intoleransi terhadap panas ditandai dengan kelemahan
4. Perubahan proses fikir yang berhubungan dengan peningkatan rangsangan sistem saraf simpatis oleh tingginya kadar hormon tiroid ditandao dengan labil, peka rangsang, gugup.

3. Intervensi
Dx I
Tujuan : nutrisi adekuat.
Hasil yang diharapkan :
- Berat badan meningkat sampai batas yang normal bagi pasien
- makan diet yang dianjurkan tanpa menunjukkan ketidaknyamanan.
- asukan dan haluaran seimbang.
Intervensi :
- Pantau masukan diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat, tinggi vitanin B.
- Tawarkan makanan dalam jumlah kecil tapi sering dan tambahan diantara waktu makan.
- Konsulkan pasien untuk makanan yang disukai.
- Hindari stimulan : kopi, teh, cola, atau makanan yang lain yang mengandung kafein atau teobromin yang meningkatkan perasaan kenyang dan paristaltik.
- Hindari makanan dengan jumlah yang banyak serat atau makanan yang banyak mengandung bumbu.
- Berikan dorongan untuk memperbanyak minum 2 sampai 3 liter setiap hari ; hindari jus yang mungkin dapat menyebabkan diare.
- Berikan lingkungan dengan pengunjung yang cocok bila pasien yang menginginkannya.
- Timbang pasien setiap hari, pada waktu yang sama dengan timbangan dan pakaian yang sama.
- Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam.
- Kaji efektifitas pengobatan untuk mengatasi mual dan nyeri abdomen.

Dx II
Tujuan : suhu normal 36,50C – 37,50C.
Hasil yang diharapkan :
- Pasien sadar dan responsif
- Tanda-tanda vital dan haluaran urine normal.
Intervensi ;
- Berikan kompres hangat sesuai kebutuhan.
- Gunakan pakaian dan linen tempat tidur yang tipis.
- Pertahankan lingkungan yang sejuk.
- Kaji efektifitas selimut hipetermia bila dilakukan :
Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit.
- Berikan asetamenofen sesuai pesanan ( aspirin merupakan kontra indikasi )
- Tingkatkan masukan cairan sampai 2500 ml / hari.
- Pantau tanda vital, tingkat kesadaran, halyaran urine setiap 2 sampai 4.
- Kolaborasikan dengan dokter dalam menggunakan tindakan pendinginan tambahan bila keadaannya membutuhkan.


Dx III
Tujuan : Aktifitas dapat dilakukan sesuai toleransi.
Hasil yang diharapkan / evaluasi :
- Menyelesaikan aktifitas yang direncanakan tanpa bukti-bukti intoleran.
- Meminta bantuan hanya ketika membutuhkan.
Intervensi :
- Kaji tanda vital dasar dan tingkat aktivitas sebelumnya.
- Batasi akatifitas sampai tingkat toleransi pasien dengan melakukan pangkajian respon ( mis : kaji tanda vital selama melakukan aktifitas dan bandingkan dengan tanda vital dasar ).
- Biarkan pasien membuat priorotas dalam perawatan di dalam keterbatasanya.
- Berikan jarak waktu antara prosedur untuk memungkinkan waktu istitrahat yang cukup.
- Berikan peralatan yang dibutuhkan, kebutuhan lain untuk mencegah penggunaan energi yang berlebihan oleh pasien sebelum aktivitas.
- Hentikan aktifitas pada awal timbulnya gejala intoleran : dispnea, takipnea, takikardia, keletihan.
- Bantu pasien saat melakukan aktifitas yang tidak mampu dilakukan karena kelemahan atau tremor.
- Rencanakan aktifitas setiap hari dan pola istirahat yang dapat memudahkan meningkatan toleransi untuk perawatan diri.

Dx IV
Tujuan : tidak terjadi perubahan proses pikir.
Hasil yang diharapkan :
- Pasien berorientasi.
- Berespon sesuai terhadap situasi dan orang.
- Menggunakan teknik reduksi stress
Intervensi :
- Kaji tingkat kesadaran, orientasi, afek dan persepsi setiap 4 jam sampai 8 jam : laporkan adanya perubahan negatif.
- Diskusikan perasaan dan respon terhadap situasi dan orang : berikan penekanan bahwa hal tersebut tepat adanya.
- Berikan lingkungan yang stabil, tenang, tanpa stress, dan tidak merangsang.
- Rencanakan perawatan bersama pasien; berikan penjelasan yang jelas dan singkat.
- Antisipasi kebutuhan akan pencegahan reaksi hiperaktif
- Informasikan pasien bahwa aktifitasnya mungkin dibatasi.
- Ajarkan teknik menurunkan stress dan kaji penggunaannya oleh pasien.
- Berikan aktifitas yang menghibur dan benda-benda yang menurunkan rangsangan ; hindari hal-hal yang membutuhkan manipulasi motorik halus.
- Orientasikan kembali pasien pada lingkungan sesuai dengan yang dibutuhkan dan berikan petunjuk yang mengorientasikan ( misalnya : jam, kalender, gambar-gambar yang dikenal pasien dan sebagainya ).
- Panyau terhadap reaksi buruk terhadap pengobatan.



DAFTAR PUSTAKA
 Mc.Closky J dan Bulaceck G.2000. Nursing Intervention Classification (NIC). Mosby.Philadelphia.
 Nanda.2000.Nursing Diagnosis : Prinsip dan Classification.Philadelphia USA.
 Ferry.Potter,1999,Buku ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, EGC : Jakarta.
 Doengoes, Marlyn E,2002.Rencana Asuhan Keperawatan.EGC : Jakarta.
 Price.Sylvia,2002.Pathofisiologi.EGC : Jakarta.